FERMENTASI ALKOHOL
TUJUAN
Dari
praktikum ini, praktikan diharapkan bisa melakukan fermentasi alkohol untuk
mnghasikan bioethanol dengan menggunakan bahan baku dari singkong dan praktikan
dapat menghitung %yield dari produk yang dihasilkan.
ALAT DAN BAHAN
a. Alat
·
Erlenmeyer asah + sumbatnya
·
Alat distilasi
·
Timbangan
·
Batang pengaduk
·
Panci
·
Gelas kimia plastik 1 L
·
Wadah plastik
·
Botol
produk
b. Bahan
·
Singkong 2 kg
·
Ragi (Saccaromyces serrevissae)
·
Aquadest
·
Enzim alfa amilase
·
Glukosa alfa amilase
·
Daun pisang
·
Aluminium foil
DASAR
TEORI
Ethanol merupakan senyawa Hidrokarbon dengan
gugus Hydroxyl (-OH) dengan 2 atom karbon (C) dengan rumus kimia C2H5OH. Secara
umum Ethanol lebih dikenal sebagai Etil Alkohol berupa bahan kimia yang diproduksi
dari bahan baku tanaman yang mengandung karbohidrat (pati) seperti ubi kayu,ubi
jalar,jagung,sorgum,beras,ganyong dan sagu yang kemudian dipopulerkan dengan
nama Bioethanol. Bahan baku lain-nya adalah tanaman atau buah yang mengandung
gula seperti tebu, nira, buah mangga, nenas, pepaya, anggur, lengkeng, dll.
Bahan berserat (selulosa) seperti sampah organik dan jerami padi pun saat ini
telah menjadi salah satu alternatif penghasil ethanol.
Bahan baku tersebut merupakan tanaman pangan
yang biasa ditanam rakyat hampir di seluruh wilayah Indonesia,sehingga jenis
tanaman tersebut merupakan tanaman yang potensial untuk dipertimbangkan sebagai
sumber bahan baku pembuatan bioethanol. Namun dari semua jenis tanaman
tersebut, ubi kayu merupakan tanaman yang setiap hektarnya paling tinggi dapat
memproduksi bioethanol. Selain itu pertimbangan pemakaian ubi kayu sebagai
bahan baku proses produksi bioethanol juga didasarkan pada pertimbangan
ekonomi. Pertimbangan ke-ekonomian pengadaan bahan baku tersebut bukan saja meliputi
harga produksi tanaman sebagai bahan baku, tetapi juga meliputi biaya
pengelolaan tanaman, biaya produksi pengadaan bahan baku, dan biaya bahan baku
untuk memproduksi setiap liter ethanol.
Secara umum ethanol biasa digunakan sebagai
bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk miras, bahan dasar industri
farmasi, kosmetika dan kini sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan
bermotor. Mengingat pemanfaatan ethanol beraneka ragam, sehingga grade ethanol
yang dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan penggunaannya. Untuk ethanol yang
mempunyai grade 90-95% biasa digunakan pada industri, sedangkan
ethanol/bioethanol yang mempunyai grade 95-99% atau disebut alkohol teknis
dipergunakan sebagai campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi.
Sedangkan grade ethanol/bioethanol yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan
bakar untuk kendaraan bermotor harus betul-betul kering dan anhydrous supaya
tidak menimbulkan korosif, sehingga ethanol/bio-ethanol harus mempunyai grade
tinggi antara 99,6-99,8 % (Full Grade Ethanol = FGE). Perbedaan besarnya grade
akan berpengaruh terhadap proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa)
larut air.
PROSES PRODUKSI BIO-ETHANOL
Produksi
ethanol/bioethanol (atau alkohol) dengan bahan baku tanaman yang mengandung pati
atau karbohydrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula
(glukosa) larut air. Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati atau
karbohydrat dan tetes menjadi bioethanol ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Konversi Bahan Baku Tanaman Yang Mengandung Pati Atau Karbohidrat
Dan Tetes Menjadi Bio-Ethanol
Bahan Baku
|
Kandungan Gula Dalam Bahan Baku
(Kg)
|
Jmlh Hasil Konversi Bioethanol (Liter)
|
Perbandingan Bahan Baku dan Bioethanol
|
|
Jenis
|
Konsumsi (Kg)
|
|||
Ubi Kayu
|
1000
|
250-300
|
166,6
|
6,5 : 1
|
Ubi Jalar
|
1000
|
150-200
|
125
|
8 : 1
|
Jagung
|
1000
|
600-700
|
200
|
5 : 1
|
Sagu
|
1000
|
120-160
|
90
|
12 : 1
|
Tetes
|
1000
|
500
|
250
|
4 : 1
|
Glukosa dapat dibuat dari pati-patian, proses pembuatannya dapat dibedakan berdasarkan zat pembantu yang dipergunakan, yaitu Hydrolisa asam dan Hydrolisa enzyme. Berdasarkan kedua jenis hydrolisa tersebut, saat ini hydrolisa enzyme lebih banyak dikembangkan, sedangkan hydrolisa asam (misalnya dengan asam sulfat) kurang dapat berkembang, sehingga proses pembuatan glukosa dari pati-patian sekarang ini dipergunakan dengan hydrolisa enzyme. Dalam proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air dilakukan dengan penambahan air dan enzyme; kemudian dilakukan proses peragian atau fermentasi gula menjadi ethanol dengan menambahkan yeast atau ragi. Reaksi yang terjadi pada proses produksi ethanol/bio-ethanol secara sederhana ditujukkan pada reaksi 1 dan 2.
H2O
(C6H10O5)n ----------------------------N C6H12O6 (1)
enzyme
(pati) ------------------------------------ (glukosa)
(C6H10O5)n ----------------------------N C6H12O6 (1)
enzyme
(pati) ------------------------------------ (glukosa)
(C6H12O6)n ----------------------------2
C2H5OH + 2 CO2. (2)
yeast (ragi)
(glukosa) -------------------------------- (ethanol)
yeast (ragi)
(glukosa) -------------------------------- (ethanol)
Selain ethanol/bioethanol
dapat diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohydrat,
juga dapat diproduksi dari bahan tanaman yang mengandung selulosa (mis: jerami
padi), namun dengan adanya lignin mengakibatkan proses penggulaannya menjadi lebih
sulit, sehingga pembuatan ethanol/bioethanol dari selulosa sementara ini tidak
kami rekomendasikan. Meskipun teknik produksi ethanol/bioethanol merupakan
teknik yang sudah lama diketahui, namun ethanol/bioethanol untuk bahan bakar
kendaraan memerlukan ethanol dengan karakteristik tertentu yang memerlukan
teknologi yang relatif baru di Indonesia antara lain mengenai neraca energi
(energy balance) dan efisiensi produksi, sehingga penelitian lebih lanjut
mengenai teknologi proses produksi ethanol masih perlu dilakukan. Secara
singkat teknologi proses produksi ethanol/bioethanol tersebut dapat dibagi
dalam tiga tahap, yaitu Persiapan Bahan Baku, Liquefikasi dan Sakarifikasi,
Fermentasi, Distilasi, dan Dehidrasi.
I. Persiapan Bahan Baku
Bahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari
berbagai tanaman, baik yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal
Tebu (sugarcane), gandum manis (sweet sorghum) atau yang menghasilkan tepung
seperti jagung (corn), singkong (cassava) dan gandum (grain sorghum) disamping
bahan lainnya. Persiapan bahan baku beragam bergantung pada jenis bahan
bakunya, sebagai contoh kami menggunakan bahan baku Singkong (ubi kayu).
Singkong yang telah dikupas dan dibersihkan dihancurkan untuk memecahkan
susunan tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air secara baik.
II.
Liquifikasi dan Sakarifikasi
Kandungan karbohidrat berupa tepung atau pati pada bahan
baku singkong dikonversi menjadi gula komplex menggunakan Enzym Alfa Amylase
melalui proses pemanasan (pemasakan) pada suhu 90 derajat celcius (hidrolisis).
Pada kondisi ini tepung akan mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly).
Pada kondisi optimum Enzym Alfa Amylase bekerja memecahkan struktur tepung
secara kimia menjadi gula komplex (dextrin). Proses Liquifikasi selesai
ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses berubah menjadi lebih cair
seperti sup. Sedangkan proses Sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi
gula sederhana) melibatkan tahapan sebagai berikut :
-Pendinginan bubur sampai mencapai
suhu optimum Enzym Glukosa Amylase bekerja.
-Pengaturan pH optimum enzim.
-Pengaturan pH optimum enzim.
-Penambahan Enzym Glukosa Amilase
secara tepat dan mempertahankan pH serta temperatur pada suhu 60 derajat
celcius hingga proses Sakarifikasi selesai (dilakukan dengan melakukan
pengetesan kadar gula sederhana yang dihasilkan).
III. Fermentasi
Pada tahap ini, tepung telah telah berubah menjadi gula
sederhana (glukosa dan sebagian fruktosa) dengan kadar gula berkisar antara 5
hingga 12 %. Tahapan selanjutnya adalah mencampurkan ragi (yeast) pada cairan
bahan baku tersebut dan mendiamkannya dalam wadah tertutup (fermentor) pada
kisaran suhu optimum 27 s/d 32 derajat celcius selama kurun waktu 5 hingga 7
hari (fermentasi secara anaerob). Keseluruhan proses membutuhkan ketelitian
agar bahan baku tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Dengan kata
lain,dari persiapan baku,liquifikasi,sakarifikasi,hingga fermentasi harus pada
kondisi bebas kontaminan. Selama proses fermentasi akan menghasilkan cairan
etanol/alkohol dan CO2. Hasil dari fermentasi berupa cairan mengandung
alkohol/ethanol berkadar rendah antara 7 hingga 10 % (biasa disebut cairan
Beer). Pada kadar ethanol max 10 % ragi menjadi tidak aktif lagi,karena
kelebihan alkohol akan beakibat racun bagi ragi itu sendiri dan mematikan aktifitasnya.
IV. Distilasi.
Distilasi atau lebih umum dikenal dengan istilah
penyulingan dilakukan untuk memisahkan alkohol dalam cairan beer hasil
fermentasi. Dalam proses distilasi, pada suhu 78 derajat celcius (setara dengan
titik didih alkohol) ethanol akan menguap lebih dulu ketimbang air yang
bertitik didih 100 derajat celcius. Uap ethanol didalam distillator akan
dialirkan kebagian kondensor sehingga terkondensasi menjadi cairan ethanol.
Kegiatan penyulingan ethanol merupakan bagian terpenting dari keseluruhan
proses produksi bioethanol. Dalam pelaksanaannya dibutuhkan tenaga operator
yang sudah menguasai teknik penyulingan ethanol. Selain operator, untuk
mendapatkan hasil penyulingan ethanol yang optimal dibutuhkan pemahaman tentang
teknik fermentasi dan peralatan distillator yang berkualitas.
Penyulingan ethanol dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara :
1. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator
tradisional (konvensional). Dengan cara ini kadar ethanol yang dihasilkan hanya
berkisar antara antara 20 s/d 30 %.
2. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator model
kolom reflux (bertingkat). Dengan cara dan distillator ini kadar ethanol yang
dihasilkan mampu mencapai 60-90 % melalui 2 (dua) tahapan penyulingan.
V. Dehidrasi
Hasil penyulingan berupa ethanol berkadar 95 % belum dapat
larut dalam bahan bakar bensin. Untuk substitusi BBM diperlukan ethanol
berkadar 99,6-99,8 % atau disebut ethanol kering. Untuk pemurnian ethanol 95 %
diperlukan proses dehidrasi (distilasi absorbent) menggunakan beberapa cara,antara
lain : 1. Cara Kimia dengan
menggunakan batu gamping 2. Cara Fisika ditempuh melalui proses penyerapan
menggunakan Zeolit Sintetis. Hasil dehidrasi berupa ethanol berkadar 99,6-99,8
% sehingga dapat dikatagorikan sebagai Full Grade Ethanol (FGE),barulah layak
digunakan sebagai bahan bakar motor sesuai standar Pertamina. Alat yang
digunakan pada proses pemurnian ini disebut Dehidrator.
V. Hasil samping penyulingan ethanol.
Akhir proses penyulingan (distilasi) ethanol menghasilkan
limbah padat (sludge) dan cair (vinase). Untuk meminimalisir efek terhadap
pencemaran lingkungan, limbah padat dengan proses tertentu dirubah menjadi
pupuk kalium,bahan pembuatan biogas,kompos,bahan dasar obat nyamuk bakar dan
pakan ternak. Sedangkan limbah cair diproses menjadi pupuk cair. Dengan
demikian produsen bioethanol tidak perlu khawatir tentang isu berkaitan dengan
dampak lingkungan.
PROSEDUR KERJA
·
Singkong dikupas dan dibersihkan, lalu
dibagi menjadi 2 bagian (1 kg dihaluskan dan 1 kg dikukus).
·
Singkong yang telah dikukus, didinginkan
hingga suhu kamar, kemudian dsimpan pada wadah yang telah dilapisi daun pisang
dan ditaburi ragi. Setelah itu ditutup serapat mungkin dengan aluminium foil
dan didiamkan selama 3 hari pada kondisi anaerob.
·
Singkong yang telah dihaluskan,
ditambahkan aquadest dengan perbandingan 1:1 (1 kg:1 L), ditambahkan enzim alfa
amilase sebanyak 0,06 mL dan dipanaskan pada range suhu 30-60oC
selama kurang lebih 1 jam.
·
Didinginkan pada suhu 40oC
kemudian ditambahkan glukosa amilase.
·
Sampel dipndahkan dalam erlenmeyer asah
kemudian didiamkan selama 2 hari.
·
Setelah 4 hari, diatur keasaman sampel
pada pH 4 kemudian ditambahkan ragi dan dibiarkan selama 5 hari.
·
Produk ethanol yang tertampung pada
botol kaca ditampung untuk didistilasi.
·
Hasil distilasi dianalisis kualitatif
dengan alat Gas Cromatography.
DATA
PENGAMATAN
·
Berat singkong yang dikukus =
1 kg
·
Berat singkong yang dihaluskan =
1 kg
·
Berat produk bioethanol 1 (pengkukusan) = 211.95 gr
·
Berat produk bioethanol 2 (penghalusan) = 179.84 gr
Perhitungan :
·
% Yield masing-masing produk
a. %
Yield Produk bioethanol 1 (pengkukusan)
%
Yield Produk =
x 100%

=
x 100%

= 21.195 %
b. %
Yield Produk bioethanol 2 (penghalusan)
% Yield
Produk =
x 100%

=
x 100%

=17.984
%
·
% Alkohol dari luas area
a. %
Alkohol Produk bioethanol 1 (pengkukusan)



b. %
Alkohol Produk bioethanol 2 (penghalusan)



PEMBAHASAN
Pada
praktikum ini, kami melakukan fermentasi alkohol dengan menggunakan bahan baku
berupa singkong. Kami melakukan 2 perlakuan yaitu dengan mengunnakan singkong
yang dihaluskan dan singkong yang dikukus. Percobaan 1 (singkong kukus)
dilakukan dengan cara tradisional sebagaimana yang telah familiar di masyarakat
yaitu pembuatan tape singkong. Sedangkan percobaan 2 (singkong halus) dilakukan
dengan beberapa tahap, yaitu liquifikasi, sakarifikasi, fermentasi, distilasi, dan
dehidrasi.
Pada
tahap liquifikasi, kandungan karbohidrat pada bahan baku singkong berupa pati
dikonversi menjadi gula kompleks menggunakan enzim alfa amilase melalui proses
pemanasan pada suhu maksimal 60oC (hidrolisis). Pada proses ini,
suhu pemanasan harus selalu dikontrol karena suhu yang terlalu tinggi akan
merusak enzim alfa amilase sehingga tidak dapat bekerja secara optimal untul
menghidrolisis pati dari singkong. Pada kondisi ini, pati akan mengalami
gelatinisasi sehingga bubur singkong akan menjadi lebih kental seperti jely.
Pada
tahap sakarifikasi, terjadi proses pemecahan gula kompleks menjadi gula
sederhana. Tahap ini berlangsung selama 2 hari, dengan sebelumnya
dilakukan penambahan glukosa amilase dan
pengaturan pH optimum enzim (pH 4). Setelah proses sakarifikasi, percobaan
memasuki tahap fermentasi. Fermentasi dilakukan dengan bantuan ragi (Saccaromyces serrevissae) selama 5 hari.
Proses ini dilakukan pada kondisi anaerob sehingga wadah sampel harus ditutup
serapat mungkin. Pada tahap ini, pati telah berubah menjadi gula sederhana
(glukosa dan sebagian fruktosa). Gula sederhana inilah yang akan dirombak oleh
ragi menjadi alkohol dan CO2. Fermentasi ini menghasilkan
alkohol/etanol berkadar rendah antara 7-10%, sehingga dibutuhkan proses pemurnian
untuk mendapatkan etanol dengan kadr yang lebih tinggi. Proses pemurnian yang
dipilih adalah distilasi. Dari proses ini diperoleh distilat sebagai produk
sebanyak 211.95 gram untuk produk yang dikukus dan 179.84 gr untuk produk yang
dihaluskan sehingga diperoleh masing-masing % yield untuk produk singkong yang
dikukus yaitu 21.195 % dan produk singkong yang dihaluskan sebesar 17.98 %.
Produk ethanol yang diperoleh dianalisis lebih lanjut secara kualititaf dengan
kromatografi gas. Dari hasil analisis kualitatif ini, dapat diketahui apakah
produk yang dihasilkan benar-benar ethanol atau bukan. Dan data terlihat bahwa
retenion time ethanol standar dan sampel tidak berbeda jauh yaitu 2.331 dan
2.351 pada singkong yang diparut dan pada singkong yang dikukus retenion time
ethanol standar dan sampel tidak berbeda jauh pula yaitu 2.331 dan 2.367,
sehingga dapat dipastikan bahwa produk yang dihasilkan dari fermentasi ini
adalah benar ethanol.
Produk ethanol yang dihasilkan ternyata
sangat bergantung dari bahan baku yang digunakan. Fermnetasi ethanol dari
singkong halus menghasilkan produk yang lebih banyak daripada fermentasi dari
singkong kukus.
KESIMPULAN
Dari
praktikum ini dapat disipulkan sebagai berikut.
·
Fermentasi ethanol sangat dipengaruhi
oleh bahan baku yang digunakan. Produk fermentasi dari singkong halus lebih
banyak dari singkong kukus.
·
Produk etanol dari singkong halus,
%yield yang diperoleh adalah 21.195 % dan singkong yang dikukus sebesar 17.98 %.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar